-->

Selamat Datang Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Terimakasih atas Kunjungan anda

Selamat Datang Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Terimakasih atas Kunjungan anda

Senin, 20 Juni 2011

Tarikh Ditetapinya Kembali Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Pada awal tahun 1950-an, kubu-kubu masyarakat di Indonesia, baik muslim maupun nonmuslim, gemar mendirikan banyak partai, sebagai pelaksanaan teori kepartaian yang disebut sistem banyak partai (multipartai stelsel). Para pemuka muslimin umumnya beranggapan bahwa satu-satunya alat untuk menghimpun muslimin dalam usaha meraih cita-cita mereka, hanyalah dengan penerapan sistem kepartaian, yang bayi pertamanya lahir dari pangkuan masyarakat Inggris.

Adapun menghimpun masyarakat Islam dengan sistem Jama’ah dan Imamah masih terpendam dan dilupakan dari alam pikiran mereka. Orang dapat meletakkan segala kesalahan itu di atas pundak para ulama karena tidak mengungkapkan pengertian Jama’ah dan Imamah menurut syari’at Islam kepada khalayak ramai, terutama kepada para santrinya yang kelak akan menjadi pemuka ummat. Akan tetapi, kalau diselidiki secara lebih mendalam, ada beberapa sebab yang menghalanginya sehingga mereka menganggap bahwa hal itu tak mungkin dapat dilaksanakan, yaitu:

Adanya guru ordonansi pada zaman Hindia Belanda yang mewajibkan ulama untuk minta izin dulu kepada penguasa sebelum mereka memberikan pelajaran agama kepada muridnya.

Adanya penyaringan dalam menentukan pelajaran-pelajaran yang boleh dan tidak boleh diajarkan.

Adanya pengertian, terutama dari golongan orientalis, bahwa masalah Jama’ah dan Imamah tergolong satu bab dalam bidang politik. Akibatnya, apabila bab tersebut diajarkan kepada para pelajar di pondok pesantren, pondok pesantren yang bersangkutan akan ditutup oleh pihak penjajah.

Ada dalam genggaman Allah subhanahu wa ta'ala semata, segala qudrat dan iradat yang Allah miliki.

Keempat sebab tersebutlah yang menjadi alasan utama para ‘alim merasa terbelenggu untuk memberikan pelajaran tentang beberapa bab dienul Islam, termasuk bab Jama’ah dan Imarah atau Imamah, bab jinayat, dan babul jihad. Juga beberapa kitab tentang Islam yang dicetak di luar negeri yang dapat membuka mata hati kaum muslimin dan membangkitkan roh Islam untuk melawan kezhaliman serta menyingkirkan fitnah penjajah. Itulah sebabnya pemerintah Hindia Belanda tidak segan-segan untuk melarangnya.

Iklim kolonial yang dirasakan sangat mencekam jiwa para alim itu pula yang akhirnya menghasilkan suatu akibat besar yang merugikan kaum muslimin. Sebab, para pemuka ummat waktu itu, bahkan setelah Indonesia merdeka, diliputi kabut gelap yang cukup kelam dalam memahami arti Jama’ah dan Imamnya sepanjang syari’at Islam, yang berlandaskan dalil-dalil qath’iy dari Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah.

Ketika kami perdengarkan gerakan Islam yang disebut Hizbullah berbentuk Jama’ah dan Imamnya pada 10 Dzulhijjah 1372 H. (20 Agustus 1953 M), reaksi pertama yang muncul dari para alim itu ialah sikap acuh tak acuh dan secara sinis mereka berkata, “Wah, apa-apaan pak Wali ini. Kita mau dibawanya kemana? masa kita mau dibawa kembali ke zaman unta?” Astaghfirullah. Seandainya sikap itu diucapkan oleh seorang ateis/komunis, bahkan dengan sikap yang lebih buruk daripada sikap itu, dapat kita pahami. Akan tetapi, reaksi tersebut justru muncul dari orang yang lidah dan bibirnya pernah digerakkan untuk mengucapkan kalimat syahadat, bahkan tergolong dalam barisan kader inti salah satu partai politik Islam.

Sekalipun demikian, kalangan Hizbullah menyambut reaksi tersebut dengan senyum. Hizbullah sama sekali tidak marah, selain mengucapkan istighfar.

Bagaimana pula reaksi para kader inti tersebut apabila mendengar salah satu atsar dari Amirul Mukminin ‘Umar bin Khaththab, yang menegaskan bahwa:

إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ {رواه الدارمي: 1/79}

“Sesungguhnya tidak ada Islam melainkan dengan Jama’ah, dan tiada Jama’ah melainkan dengan Imarah, dan tiada Imarah melainkan dengan taat.” (H.R. Ad Darimy dari Ad Daary. Sunan Ad Darimy, bab Fi Dzihabil ‘Ilmi, Darul Fikr, Kairo, Msir, 1398 H/1976 M. Juz 1 halaman 79).

Akankah ia membantah ucapan ‘Umar bin Khaththab radiallahu ‘anhu itu? Masihkah mereka bersikap acuh tak acuh serta melontarkan kata-kata sinis? Apakah tindakan ‘Umar bin Khaththab, seandainya beliau masih berada di tengah-tengah kita? Mudah-mudahan mereka akan mendapat maaf karena memang belum mengerti.

Untuk lebih memantapkan pengetian tentang Jama’ah dan kepentingannya bagi ummat manusia, khususnya bagi muslimin, perhatikan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:

أَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللَّهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ بِالْجَمَاعَةِ وَبِالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قِيدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَى أَنْ يَرْجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَا جَهَنَّمَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى قَالَ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا الْمُسْلِمِينَ بِمَا سَمَّاهُمُ الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ {رواه أحمد}

“Aku perintahkan kepada kamu sekalian (kaum muslimin) dengan lima perkara, sebagaimana Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara, yaitu berjama’ah, mendengar, taat, hijrah dan berjihad fie sabilillah. Barang siapa yang keluar dari Al Jama’ah sekadar sejengkal, sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali (tobat). Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan jahiliyyah, ia termasuk orang yang bertekuk lutut dalam Jahanam.”Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, jika dia shaum dan shalat dan mengaku dirinya muslim? Sekalipun dia shaum dan shalat, serta mengaku dirinya seorang muslim. Maka panggilah olehmu orang-orang muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka, “Al Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah azza wa jalla.” (HR.. Ahmad dari Harits Al Asy’ari. Musnad Ahmad, juz 4 halaman 202, At Tirmidzi, Jami’ush Shahih, Kitabul Amtsal, bab maa ja-a fi Matsalish Shalati wash-Shiyami wash-Shadaqati, juz 5 halaman 148-149 hadits nomor 2863).

dan beliau bersabda :
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً {رواه مسلم}

“Barang siapa yang keluar dari tha’at dan berpisah dari Al-Jama’ah, lalu mati, maka matinya itu laksana mati jahiliyyah.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah. Shahih Muslim, Babul ‘Amri bi luzumil Jama’ah inda Zhuhuril Fitan, juz 2 halaman 135).

Dalam Riwayat Bukhari disebutkan:
فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً {رواه البخاري عن ابْنَ عَبَّاسٍ}

“Maka sesungguhnya barang siapa yang berpisah dari Al-Jama’ah sekadar sejengkal saja, kemudian ia mati, melainkan matinya seumpama mati jahiliyyah.” (HR. Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas. Shahih Bukhari, Kitabul Fitan, Bab Qaulin Nabi satarauna ba’di umurun tunkirunaha, juz 4 halaman 222).

Dari kedua hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini saja, ditambah dengan atsar dari ‘Umar bin Khaththab, Insya Allah, telah cukup jelas betapa rapat, memadat, dan pentingnya hubungan antara Jama’ah dengan Al-Islam sebagai ad-dien dan muslimin.
Sebelumnya: Hubungan Jama’ah dengan nama Hizbullah
Selanjutnya : Ditetapinya Kembali Wadah Kesatuan Muslimin
Sumber         :  http://aljamaah.multiply.com/reviews/item/10

Jama'ah Muslimin (Hizbullah)

1. Apa pengertian Jama'ah Muslimin?

Pengertian Jama'ah Muslimin (Al-Jama'ah) sebagaimana yang dijelaskan oleh sahabat Rasulullah shallalahu alaihi Wasallam yaitu : "Al-jamaatu huwa mujama'atu ahlulhaqqi wain qollu"(Al-jama'ah adalah tempat berkumpulnya ahli haq walaupun sedikit)

2. Mengapa muslimin harus berjama'ah?

Karena diperintah oleh Allah dan Rosul-Nya "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali(agama) Allah seraya berjama'ah dan janganlah bercerai berai" (QS. Ali Imran : 103) "…Tetapilah jama'ah Muslimin dan imam mereka" (HR. Bukhari Muslim)

3. Apa pengertian Khilafah?

Pengertian Khilafah secara etimologi adalah "penggantian", sedangkan secara terminologi adalah kekhilafahan/kepemimpinan di kalangaan umat Islam sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

4. Bagaimana hubungan Jama'ah Muslimin dengan Khilafah?

Jama'ah Muslimin adalah bentuk masyarakat Islam yang dipimpin oleh seorang Imaam. Khilafah adalah bentuk kepemimpinan masyarakat Islam dan ditakhsis oleh Rasulullah dengan Khilafah 'ala minhajin nubuwwah (Khilafah yang mengikuti jejak kenabian), bukan semata-mata Khilafah.

5. Apa pengertian Imaamah?

Menurut lughah (etimologi) artinya sebagai kepemimpinan. Sedangkan menurut istilah (terminologi) sama dengan pengertian khilafah.

6. Apa pengertian Kholifah?

Kholafah yang memimpin dalam Khilafah/Kekhilafahan.
Jama'ah muslimin adalah perintah dari Rasulullah Shallalahu 'alaihi Wasallam.

7. Apa perbedaan Jama'ah Muslimin dengan Jama'ah lainnya?

Jama'ah Muslimin ada perintahnya dari Rasulullah Shallahu 'alaihi Wasallam "Taljamuu Jamaa'atal Muslimiina wa imaamahum" (Al-Hadits).
Sedangkan selainnya tidak diketahui dalilnya.

8. Apa pengertian Bai'at?

Secara bahasa (etimologi) Bai'at artinya "menjual, barter harta atau perjanjian", sedang secara istilah (terminologi) Bai'at artinya "jual beli jiwa dan harta dari mu'min kepada Allah dengan Jannah".

9. Apa syarat-syarat Bai'at?

Syarat diterimanya bai'at adalah Muslim dan tidak syirik.

10. Bai'at apa saja yang ada pada masa Rasulullah?

Bai'at Aqobah ke-1 dan ke-2 (bai'atun nisa), Bai'atul jihad (perang), Bai'atur Ridlwan, dan Bai'at 'ala at Thaat.

11. Apa perbedaan bai'at pada zaman Rasulullah dengan bai'at mengangkat khalifah?

Bai'at pada zaman Rasul kepada Rasulullah, Bai'at khilafah membai'at seorang kholifah (Imaam) disebut juga Bai'atul Imaaroh (Membai'at seorang Amir).

12. Apa alasan Jama'ah Muslimin mengklaim (menganggap) diri sebagai Jama'ah yang paling haq?

Karena diperintahkan oleh Rasullullah dan merupakan Jama'ah yang pertama kali ditetapi oleh Muslimin setelah runtuhnya dinasti Utsmaniyyah di Turki.

13. Bagaimana tanggapan Jama'ah Muslimin tentang pendapat yang menyatakan bahwa keberadaan Jama'ah Muslimin yang saat ini terkesan ekslusif?

Mungkin karena mereka belum mengetahui Jama'ah Muslimin secara utuh (Karena kurang memperhatikan sunnah Rasullulah).

14. Mengapa jika menetapi Jama'ah Muslimin harus melaksanakan bai'at?

Karena mengikuti contoh/sunnah shahabat ketika mereka membai'at para Khulafaur rasyiddin sebagai Khalifah.

15. Bagaimana proses pengangkatan Imaamul Muslimin dalam Jama'ah Muslimin?

Proses pengangkatan Imaamul Muslimin atau pembai'atan Imaamul Muslimin tidak sulit, kita tinggal mencontoh proses pembai'atan Abu Bakar Shidiq menjadi khalifah, dan para Khalifah sesudahnya.

16. Mengapa kontribusi Jama'ah Muslimin belum begitu terasa oleh umat Islam?

Insya Allah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, Jama'ah Muslimin selalu memberikan konstribusi terhadap setiap persoalan yang dihadapi Muslimin. Setiap amal tidak perlu senantiasa ditampakkan/diperlihatkan, cukuplah Allah yang melihat.

17. Apakah proses pencarian/penelusuran Jama'ah-Jama'ah yang ada di seluruh dunia pernah dilakukan lagi di masa sekarang di mana kondisi dunia sudah semakin terbuka?

Usaha ke arah itu tetap terbuka dan kalau ada yang menyatakan lebih awal serta sesuai dengan khiththah Rasulullah maka Imaam beserta seluruh makmum siap untuk menjadi Ma'mum.

18. Bagaimana jika muncul Jama'ah Muslimin yang baru dengan landasan yang sama dan didukung oleh mayoritas muslimin?

Pelaksanaan syari'at berjama'ah tidak tergantung dari mendapat dukungan atau tidak, barometernya bukan dukungan dari manusia melainkan Al-Quran dan As-Sunnah.

19. Mengapa Jama'ah Muslimin beranggapan bahwa "Islam Non Politik"?

Pertama, Jama'ah Muslimin (Hizbullah) berkeyakinan bahwa Islam itu wahyu dari Allah Subhanahu Wa ta'ala yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam. Sedangkan politik adalah hasil karya pemikiran manusia. Kedua, adalah tidak benar kalau Rasulullah diberi amanat oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menyebarkan Risalah -Nya dengan jalan "menguasai" manusia di Mekkah dan di Madinah, namun Rasulullah menyebarkan Risalah-nya dengan jalan "tabligh" seperti dapat dilihat dalam Al-Qur`an (QS. 5 : 7). Rasul adalah pemberi nasehat dan memberi tahu hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia (QS. 7:62); mengajak/dakwah (QS. 16 :125).

20. Bagaimana konsep perjuangan Jama'ah Muslimin dalam menyebarluaskan Syari'at Al-Jama'ah dewasa ini yang tidak bisa lepas dari politik?

Konsep perjuangan Jama'ah Muslimin tidak akan keluar dari Al-Quran dan As-Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan Sunnah Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin dalam situasi dunia bagaimanapun.

21. Bagaimana sikap Jama'ah Muslimin terhadap muslimin yang tidak melaksanakan ba'iat kepada Imaam Jama'ah Muslimin?

Tetap menganggap mereka sebagai saudara seraya terus menasehati dan mengajaknya untuk sama-sama mengamalkan Islam secara "Kaffah" dalam Al-Jama'ah. Adapun mereka belum berbai'at tidak menjadi alasan ukhuwah sesama muslim menjadi putus.

22. Bagaimana pandangan Jama'ah Muslimin terhadap kekuasaan?

Fungsi kekuasaan adalah fungsi politik, sedangkan Jama'ah Muslimin non politik. Jadi mengatur hidup bermasyarakat umat Islam berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

23. Bagaimana jika Jama'ah Muslimin diamanahi kekuasaan?

Karena kekuasaan adalah milik Allah dan hanya akan diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, maka siapapun yang memperolehnya harus menunaikannya sesuai dengan perintah-Nya (Al-Qur`an dan Sunnah Rasul).

24. Apa dasarnya bahwa Imaam pertama Jama'ah Muslimin itu adalah Wali Al-Fattah?

Karena Wali Al-Fattah adalah orang pertama yang dibai'at sebagai Imaam bagi muslimin setelah runtuhnya dinasti Utsmaniyyah.

25. Bagaimana hubungan Jama'ah Muslimin dengan Pemerintah Republik Indonesia?

Hubungan Jama'ah Muslimin dan pemerintah Republik Indonesia alhamdulillah baik. Sebab Jama'ah Muslimin dalam setiap kegiatannya berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah (ibadah) dan UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk beribadah sesuai dengan agama/keyakinan yang dianutnya.

26. Bagaimana sistem (hierarki) kepemimpinan dalam Jama'ah Muslimin?

Sistem (hierarki) kepemimpinan di Jama'ah Muslimin adalah sederhana, yaitu ada Imaam ada ma'mum. Imaam wajib menggembala ma'mumnya dan ma'mum pun wajib taat kepada Imaam selama Imaam taat kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

27. Jika khilafah itu sudah ada, mengapa muslimin saat ini masih terpuruk dan menjadi objek mainan orang kafir?

Masya Allahu kaana wa ma lam yasya lam yakun, la haula wala quwwata illa billahi. Setiap keadaan (menang atau kalah, jaya atau terpuruk) adalah ketetapan Allah subhanahu wa ta'ala yang perlu menjadi ibroh dan nasihat bagi muslimin. Jaya dan menang hanya akan diberikan kepada Muslimin saat Muslimin bersatu dalam satu Jama'ah dengan satu imaamnya dan tidak berpecah belah dalam bentuk berfirqoh-firqoh.

28. Mengapa Imaam Jama'ah Muslimin tidak tampil ke permukaan mengambil alih urusan Islam dan Muslimin? Jika belum saatnya, kapan dan bagaimana?

Sepanjang Muslimin tetap berfirqoh-firqoh dan memiliki pemimpinnya sendiri-sendiri, maka komando Imaam tidak akan ada artinya, karena tidak akan didengar dan ditaati. Ketaatan hanya akan diberikan oleh Muslimin yang sudah membai'atnya saja.

29. Bagaimana sikap Jama'ah Muslimin terhadap perkembangan pemikiran khilafah yang saat ini semakin berkembang luas di tengah-tengah umat?

Syari'at khilafah ini untuk diamalkan/dilaksanakan bukan hanya diseminarkan atau diperbincangkan, sebagaimana syari'at sholat, zakat, haji dan lain-lain

30. Bagaimana agar konsep khilafah dan Jama'ah Muslimin ini terlihat realistis di kalangan umat Islam, tanpa menafikan kelompok lain?

Dengan cara mempraktekkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari dan mengadakan ta'aruf, da'wah, ta'lim secara terbuka.

31. Bagaimana Jama'ah Muslimin menanggapai sebagian umat Islam yang lebih memilih tidak membai'at seorang Imaam, asalkan hidup dan beribadah sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah?

Kita serahkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala sambil terus berusaha menyelenggarakan dakwah. Dalam hal ini masih banyak muslimin yang belum mengetahui akan pentingnya bai'at, padahal membai'at khalifah, berjama'ah dan taat adalah unsur-unsur penting dalam ikatan Islam. Sebagaimana atsar sahabat mengatakan: "Tidak akan tegak Islam itu kecuali dengan wujud jama'ah, dan tidak terwujud jama'ah kecuali adanya imaam, dan tidak ada imaam itu kecuali untuk ditaati ".

32. Bagaimana sikap Jama'ah Muslimin terhadap anggapan bahwa orang-orang Al-Jama'ah lebih mementingkan ikhwannya?

Ad-Diinu nashihah. Setiap amal yang menyalahi Al-Qur'an dan As-Sunnah yang dilakukan oleh siapapun perlu diluruskan. Pada prinsipnya yang menjadi dasar acuan adalah prinsip-prinsip ta'awun yang diajarkan Islam itu sendiri

Sumber: http://aljamaah.multiply.com/